Tanpa Bajak dan Genangan, Sawah Mandiri Hasilkan Panen Ganda

18
Ir. Djoni penggagas Sistem Pertanian Mandiri.(foto:dok)

Padang,92news.id – Ir. Djoni, sosok yang dijuluki Begawan Petani Sumatera Barat, kembali mencuri perhatian lewat gagasan revolusioner di dunia pertanian. Lewat sistem yang ia namai Sistem Pertanian Mandiri (SPM), ia mengubah cara pandang petani terhadap sawah dan budidaya padi.

SPM menolak praktik lama seperti membajak dan menggenangi sawah. Menurut Ir. Djoni, dua hal tersebut justru merusak struktur tanah dan menambah beban biaya produksi. “Tanpa bajak, tanpa genangan, hasilnya malah lebih baik,” ujarnya saat tampil di Top 100 Channel, Rabu (28/10).

SPM bukan teknologi mahal. Sistem ini lahir dari kebiasaan petani yang dimodifikasi menjadi metode ramah lingkungan dan hemat biaya. Prinsip utamanya tanah tidak boleh terbuka. Jerami digunakan sebagai penutup alami, menggantikan plastik yang merusak lingkungan. “Jerami menjaga kelembaban dan kesuburan tanah. Plastik? Tidak bisa diurai,” tegasnya.

Program ini telah diadopsi ribuan petani gurem di Sumatera Barat, terutama mereka yang hanya memiliki lahan di bawah setengah hektare. “SPM kita persembahkan untuk rakyat kecil. Mereka yang selama ini terjebak hutang pupuk dan ongkos produksi,” kata Ir. Djoni.

Ia juga memperkenalkan konsep studi petani, yakni riset lapangan yang dilakukan langsung oleh petani. “Tak banyak yang mau bantu petani. Biarlah mereka riset sendiri. Dari sana lahir pengetahuan yang nyata,” ujarnya.

Empat tahun berjalan, SPM diterima luas oleh masyarakat dan pemerintah daerah. Di Kabupaten Agam, hampir seluruh kecamatan memiliki lahan percontohan SPM yang sukses panen berulang. Sistem ini terbukti adaptif terhadap perubahan iklim dan mampu menekan emisi gas metana dari sawah. “SPM adalah pertanian rendah emisi karbon. Murah, tapi bukan murahan,” katanya.

Dari sisi produksi, SPM mampu meningkatkan hasil panen secara signifikan. Di lahan dengan kadar besi tinggi, hasilnya bisa dua kali lipat dibanding sistem konvensional. “Kalau biasanya satu karung, dengan SPM bisa jadi dua,” jelasnya.

Bagi Ir. Djoni, SPM bukan sekadar inovasi, tapi gerakan rakyat menuju kemandirian pangan. Ia menilai subsidi pupuk Rp 40 triliun per tahun bisa dialihkan untuk edukasi dan sosialisasi sistem seperti SPM. “Satu triliun saja cukup untuk sosialisasi. Petani bisa mandiri, tak perlu subsidi,” tegasnya.

Kini, Ir. Djoni terus bergerak tanpa bantuan pemerintah, mengkampanyekan SPM dengan semangat 0%. “Kami tak pakai uang, tapi bisa selesai juga. Yang penting, derajat petani harus terangkat,” tutupnya penuh keyakinan. (***)