Pansus Predatory Pricing Semen Tiongkok, Andre Rosiade: Selamatkan Industri Semen Nasional

308
Andre Rosiade usulkan Pansus Semen Tiongkok, Selasa (12-11-19). (foto: dok/ta-ar)

Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade mendorong pembentukan panitia khusus (Pansus) industri semen. Pembentukan Pansus ini untuk menyelidiki dugaan praktek jual rugi (predatory pricing) semen Tiongkok di Indonesia.

Andre mengatakan, praktek jual rugi semen Tiongkok seolah-olah menguntungkan konsumen dalam jangka pendek karena murahnya harga semen. Namun, lanjut dia, dalam jangka panjang praktek ini akan mematikan industri semen dalam negeri. Praktek ini melanggar pasal 20 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang aktivitas jual rugi.

“Saya sebut saja semen Conch asal Tiongkok. Dia jual semen di bawah harga pasaran. Semen Tarjun Indocement di Kalimantan Selatan berhenti produksi karena jadi korban praktek kotor ini,” kata Andre saat menerima audiensi Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (FSP ISI) dengan Komisi VI DPR di Gedung Nusantara I DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/11/2019).

Andre berkomitmen mengadvokasi kasus ini hingga selesai. Ia mengatakan, laporan dugaan jual rugi semen Tiongkok telah dilayangkan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Ia meminta KPPU berani menyelidiki kasus ini.

“KPPU harus berani mengusut predatory pricing semen Tiongkok. Sejalan dengan itu saya usul pembentukan Pansus Industri Semen untuk bongkar praktek predatory pricing yang ancam industri semen kita,” tegas politikus Gerindra ini.

Andre meminta Menteri Perdagangan mencabut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2018 tentang ketentuan impor semen dan semen clinker. Hal itu untuk membendung masuknya semen impor terutama dari China yang menurutnya suka memainkan harga.

Ia juga mendorong Menteri Perindustrian melakukan moratorium alias melarang pembangunan pabrik semen baru di Indonesia. Sebab, saat ini Indonesia surplus 35 juta ton per tahun, sementara pertumbuhan konsumsi semen hanya 4% setahun.

“Produksi semen kita 110 juta ton per tahun, konsumsinya hanya 75 juta ton per tahun, kita surplus 35 juta ton per tahun. Untuk apa kita impor semen? Sampai 2030 kita juga nggak butuh pabrik semen baru,” ujarnya.(rilis: ta-ar)